free glitter text and family website at FamilyLobby.com

Thursday, 15 March 2012

KISAH AHLUL BAIT

Assalamualaikum semua =) lama jugak la Zamir tak letak info-info or cerita baru. Kerja banyak sangat. Walaupun penat,ia tak menghalang Zamir untuk teruskan buat blog ni. Penat badan ni,tapi mata taknak pun ajak tidur. Harini kerja busy sikit,sebab room banyak guna, meeting pula banyak. Nasib boss bagi balik awal. Alhamdulillah =) “Ahlul Bait”, korang pernah dengar tak? Korang tahu tak apa maksud Ahlul Bait tu? Mesti ramai jugak yang tak tahu kan. Ahlul-Bait (Bahasa Arab: أهل البيت) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Muhammad. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Muhammad). Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Muhammad dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya. Hari ni ada cerita sikit yang Zamir nak cerita mengenai KISAH AHLUL BAIT 5 – SAYIDINA ALI DILUDAHI MUSUH

Tidak ada kebaikan ibadah yang tidak ada ilmunya dan tidak ada kebaikan ilmu yang tidak difahami dan tidak ada kebaikan bacaan kalau tidak ada perhatian untuknya. SAYIDINA ALI Karamullahuwajhah 

Suatu hari ketika Sayidina Sayidina Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang musuhnya patah dan orangnya terjatuh. Sayidina Ali berdiri di atas musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia berkata, “Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan lanjutkan pertempuran ini, tetapi kerana pedangmu patah, maka aku tidak boleh menyerangmu.”

“Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan tangan-tanganmu dan kaki-kakimu,” orang itu berteriak balik.

“Baiklah kalau begitu,” jawab Sayidina Ali, dan dia menyerahkan pedangnya ke tangan orang itu.
“Apa yang sedang kamu lakukan”, tanya orang itu kebingungan.
“Bukankah saya ini musuhmu?”
Sayidina Ali memandang tepat di matanya dan berkata, “Kamu bersumpah kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, kerana itu majulah dan seranglah aku”.
Tetapi orang itu tidak mampu. “Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata,” jelas Sayidina Ali.
“Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Iaitu antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu dalam keadaan seperti ini, maka aku harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan mempertanyakan hal ini kepadaku.”
“Inikah cara Islam?” Orang itu bertanya.
“Ya,” jawab Sayidina Ali, “Ini adalah Firman Allah, yang Maha Kuasa, dan Maha Satu.”
Dengan segera, orang itu bersujud di kaki Sayidina Ali dan memohon, “Ajarkan aku syahadat.”
Dan Sayidina Ali pun mengajarkannya, “Tiada tuhan melainkan Allah. Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah.”
Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. Sayidina Ali menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi dia tidak membunuh orang itu.
“Mengapa kamu tidak membunuh aku?” Orang itu berteriak dengan marah.
“Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?” Dan dia meludahi muka Sayidina Ali.
Mulanya Sayidina Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya.
“Aku bukan musuhmu”, Sayidina Ali menjawab.
“Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan tercatit atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak membunuhmu.”
“Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?” orang itu bertanya.
“Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan. Antara kebenaran dan kepalsuan”. Sayidina Ali menjelaskan kepadanya. “Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk
membunuhmu, aku tak boleh.”
“Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?”
“Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam.”
Dengan segera orang itu tersungkur di kaki Sayidina Ali dan dia juga diajarkan dua kalimah syahadat sebagai tanda keIslaman dan keimanannya.



No comments:

Post a Comment